Sabtu, 06 Februari 2010

Pribadi Menarik & Menyenangkan

Pribadi Menarik & Menyenangkan


Semua orang ingin disebut menarik, menjadi pusat perhatian, terkenal dan dikagumi banyak orang. Menjadi menarik dan menyenangkan merupakan obsesi kebanyakan orang. Menarik dan menyenangkan mencakup aspek fisik (lahiriah) dan non-fisik (meliputi: emosional, personalitas dan integritas pribadi). Banyak orang yang cantik, tampan, pandai dan kaya namun belum dapat dikategorikan sebagai orang-orang yang menarik dan menyenangkan dikarenakan adanya sesuatu yang kurang dalam diri mereka.

Orang yang menarik dan menyenangkan membuat orang suka padanya dan selalu ingin dekat dan ingin melihatnya serta ingin berinteraksi dengannya. Orang yang memiliki daya tarik dan menyenangkan ibarat memiliki kekayaan yang tak ternilai harganya.

Berbeda dengan kecantikan dan kepintaran yang pada hakekatnya merupakan sesuatu yang diberikan oleh Tuhan (given), menarik dan menyenangkan merupakan sesuatu yang dapat dipelajari dan distimulasikan dalam setiap aktifitas kehidupan kita sehari-hari (daily activity).
Untuk itu ada beberapa Kiat yang perlu diikuti dan dilakukan bila Kita ingin memiliki Kepribadian Yang Menarik dan Menyenangkan.

KIAT-KIATnya adalah sebagai berikut :

1. SOPAN SANTUN (POLITENESS)
Selalu sopan dan baik terhadap orang lain menyebabkan kita menjadi menarik dan menyenangkan bagi orang lain tersebut. Bila bertemu dengan siapapun kita hendaknya "hangat" dan ramah kepadanya. Tegur sapa yang manis dan hangat, seperti : Halo...apa khabar, Selamat Pagi..., Selamat Siang..., dsb harus selalu kita ucapkan lengkap dengan ekspresi wajah dan bahasa tubuh yang tulus yang mencerminkan dan mewakili itu semua. Pada orang yang baru pertama kali kita kenal sebaiknya kita ucapkan : "Saya senang sekali bertemu dengan Anda..., Kapan-kapan kita bincang-bincang lagi..., dsb, dsb.

Orang-orang yang ingin tampil menarik, menyenangkan dan diperhatikan orang adalah orang-orang tidak akan pernah menyakitkan dan melukai hati dan perasaan orang lain. Bila hati orang sudah terluka maka akan sulit sekali untuk dapat sembuh dalam waktu yang singkat malah mungkin sekali sakit hatinya berubah menjadi api dendam yang membara yang sewaktu-waktu dapat meledak bagaikan bom neutron yang dahsyat.

2. KERAMAH-TAMAHAN (HOSPITALITY)
Prinsip "SENTUHLAH HATINYA", haruslah DIPEGANG dan DIFAHAMI BETUL guna menimbulkan KESAN MENARIK dan MENYENANGKAN pada diri kita.

BEBERAPA HAL yang PERLU DIPRAKTEKKAN sehubungan dengan Sopan Santun dan Keramah-tamahan :

Sambutlah Tegur Sapa Orang-orang : "Tiada hal yang senyaman kata-kata sambutan yang diberikan oleh orang lain dengan nada yang tulus dan riang".

Senyumlah Kepada Orang-orang : "Ada 72 otot yang diperlukan untuk mengerutkan dahi, namun hanya dibutuhkan 14 buah otot untuk tersenyum".

Panggillah Orang dengan Menyebut Namanya : "Musik yang paling merdu dan syahdu di telinga siapapun adalah bunyi namanya sendiri...".
Bersikaplah Bersahabat : "Bila anda ingin bersahabat, bersikaplah bersahabat..."

THE VALUES OF SMILE :

* It costs nothing but create much.
* It enriches those who receive without impoverishing those who give.
* It happens in a flash but the memory of it sometimes lasts forever.
* None are so rich that they can along without it, and none are so poor but are richer for smile.
* It create happiness at home, foster goodwill in a business and is the countersign of friends.
* Yet it can not be bought, begged, borrowed or stolen, for it is something that is no earthly good to anybody till it is given away !
* And if it ever happens that some people should be too tired to give you a smile, why not leave one of yours ?
* For nobody needs a smile so much as those who have none left to give.

3. RASA HORMAT (RESPECTFUlL)
Kalau kita memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakuakn mungkin akan menimbulkan Ketegangan, sebab orang lain mungkin tidak menyukai cara-cara kita tersebut. Sebaliknya, kalau kita memperlakukan orang lain dengan cara sebagaimana mereka ingin diperlakukan maka hakekatnya kita telah menangkap inti dari fleksibiltas diri kita yang sebenarnya.

Menghormati orang lain, berarti belajar memperlakukan orang lain secara berbeda menurut kadar kebutuhan dan kepercayaan mereka bukannya menurut kadar kebutuhan dan kepercayaan diri kita sendiri. Hal ini bisa mengarah kepada pengertian Moral dan penerimaan diantara individu-individu dan kelompok-kelompok. Hal ini juga menunjukkan INTEGRITAS PRIBADI seseorang.

Rasa hormat kepada orang lain, mungkin lebih mudah dipahami sebagai: "usaha mencari kepentingan umum yang dibagi bersama dan kemudian dikerjakan bersama-sama untuk mencapai hasil yang menang-menang (win-win)".

4. PENUH PERHATIAN (ATTENTIVE)
Sikap penuh perhatian berarti menyadari "apa saja yang sedang berlangsung di lingkungan kita". Sikap penuh perhatian berhubungan dengan kemampuan membaca situasi yang tersirat (implicit). Ini bisa dimulai dari sesederhana memperhatikan ketika seseorang merasa bosan dan merasakan bahwa sekarang bukan saatnya untuk menyampaikan gagasan-gagasan kita.

Bersikap penuh perhatian berarti mengosongkan diri dari pemikiran-pemikiran diri kita sendiri secara subyektif (mampu melihat dari kaca mata orang lain) dan membuka wawasan dan pikiran untuk mau melihat segala hal di luar diri kita.

Orang yang penuh perhatian juga tahu kapan ia harus bertindak dan kapan ia tidak boleh bertindak. Orang yang tergolong penuh perhatian akan bermain dalam hal : kecenderungan, pola-pola, variasi dan kesempatan. Orang yang penuh perhatian akan memiliki sikap terbuka baik terhadap informasi yang masuk, gagasan ataupun saran-saran dari orang lain.

Kejahatan Christian terhadap Islam dan Aceh

Kejahatan Christian terhadap Islam dan Aceh

Orientalis Kristen kelahiran Oosterhout ini tak percaya Tuhan. Tapi ia dijunjung sebagai pahlawan oleh Belanda atas keberhasilan memecah-belah ulama.

Nama lengkapnya, Christian Snouck Hurgronje, lahir di pada 8 Februari 1857 di Tholen, Oosterhout, Belanda. Seperti ayah, kakek, dan kakek buyutnya yang betah menjadi pendeta Protestan, Snouck pun sedari kecil sudah diarahkan pada bidang teologi.

Tamat sekolah menengah, dia melanjutkan ke Universitas Leiden untuk mata kuliah Ilmu Teologi dan Sastra Arab, 1875. Lima tahun kemudian, dia tamat dengan predikat cum laude dengan disertasi Het Mekaansche Feest (Perayaan di Mekah).

Tak cukup bangga dengan kemampuan bahasa Arab-nya, Snouck kemudian melanjutkan pendidiklan ke Mekah, 1884. Di Mekah, keramahannya membuat para ulama tak segan membimbingnya. Dan untuk kian merebut hati ulama Mekah, Snouck memeluk Islam dan berganti nama menjadi Abdul Ghaffar.


Christiaan Snouck Hurgonje
Christian Snouck Hurgronje alias Abdul Ghaffar

Snouck Hurgronje adalah sosok kontroversial khususnya bagi kaum Muslimin Indonesia, terutama kaum muslimin Aceh. Bagi penjajah Belanda, dia adalah pahlawan yang berhasil memetakan struktur perlawanan rakyat Aceh. Bagi kaum orientalis, dia sarjana yang berhasil. Tapi bagi rakyat Aceh, dia adalah pengkhianat tanpa tanding.

Namun, penelitian terbaru menunjukkan peran Snouck sebagai orientalis ternyata hanya kedok untuk menyusup dalam kekuatan rakyat Aceh. Dia dinilai memanipulasi tugas keilmuan untuk kepentingan politik.

Seorang peneliti Belanda kontemporer Koningsveld, menjelaskan bahwa realitas budaya di negerinya membawa pengaruh besar terhadap kejiwaan dan sikap Snouck para perkembanagan selanjutnya.

Snouck berpendapat bahwa Al-Quran bukanlah wahyu dari Allah, melainkan adalah karya Muhammad yang mengandung ajaran agama. Pada saat itu, para ahli perbandingan agama dan ahli perbandingan sejarah sangat dipengaruhi oleh teori "Evolusi" Darwin. Hal ini membawa konsekuensi khusus dalam teori peradaban di kalangan cendikiawan Barat, bahwa peradaban Eropa dan Kristen adalah puncak peradaban dunia.

Sementara, Islam yang datang belakangan, menurut mereka, adalah upaya untuk memutus perkembangan peradaban ini. Bagi kalangan Nasrani, kenyataan ini dianggap hukuman atas dosa-dosa mereka. Ringkasnya, agama dan peradaban Eropa adalah lebih tinggi dan lebih baik dibanding agama dan peradaban Timur. Teori peradaban ini berpengaruh besar terhadap sikap dan pemikiran Snouck selanjutnya.

Pada tahun 1876, saat menjadi mahasiswa di Leiden, Snouck pernah mengatakan, "Adalah kewajiban kita untuk membantu penduduk negeri jajahan -maksudnya warga Muslim Indonesia- agar terbebas dari Islam". Sejak itu, sikap dan pandangan Snouck terhadap Islam tidak pernah berubah.

Snouck pernah mengajar di Institut Leiden dan Delf, yaitu lembaga yang memberikan pelatihan bagi warga Belanda sebelum ditugaskan di Indonesia. Saat itu, Snouck belum pernah datang ke Indonesia, namun ia mulai aktif dalam masalah-masalah penjajahan Belanda.

Pada saat yang sama perang Aceh mulai bergolak. Saat tinggal di Jedah, ia berkenalan dengan dua orang Indonesia yaitu Raden Abu Bakar Jayadiningrat dan Haji Hasan Musthafa. Dari keduanya Snouck belajar bahasa Melayu dan mulai bergaul dengan para haji jemaah Dari Indonesia untuk mendapatkan informasi yang ia butuhkan.

Pada saat itu pula, ia menyatakan ke-Islam-annya dan mengucapkan Syahadat di depan khalayak dengan memakai nama "Abdul Ghaffar."

Seorang Indonesia berkirim surat kepada Snouck yang isinya menyebutkan "Karena Anda telah menyatakan masuk Islam di hadapan orang banyak, dan ulama- ulama Mekah telah mengakui ke-Islaman Anda". Seluruh aktivitas Snouck selama di Saudi ini tercatat dalam dokumen-dokumen di Universitas Leiden, Belanda.

Snouck menetap di Mekah selama enam bulan dan disambut hangat oleh seorang 'Ulama besar Mekah, yaitu Waliyul Hijaz. Ia lalu kembali ke negaranya pada tahun 1885. Selama di Saudi Snouck memperoleh data-data penting dan strategis bagi kepentingan pemerintah penjajah. Informasi itu ia dapatkan dengan mudah karena tokoh-tokoh Indonesia yang ada di sana sudah menganggapnya sebagai saudara seagama.

Kesempatan ini digunakan oleh Snouck untuk memperkuat hubungan dengan tokoh-tokoh yang berasal dari Aceh yang menetap di negeri Hijaz saat itu. Snouck kemudian menawarkan diri pada pemerintah penjajah Belanda untuk ditugaskan di Aceh. Saat itu perang Aceh dan Belanda mulai berkecamuk. Snouck masih terus melakukan surat menyurat dengan 'Ulama asal Aceh di Mekah. Snouck tiba di Jakarta pada tahun 1889. Jendral Benaker Hourdec menyiapkan asisten-asisten untuk menjadi pembantunya. Seorang di antaranya adalah warga keturunan Arab Pekojan, yaitu Sayyid Utsman Yahya Ibn Aqil al Alawi. Ia adalah penasehat pemerintah Belanda dalam urusan Islam dan kaum Muslim atau asisten honorair.

Dalam buku ”Al-Irsyad Mengisi Sejarah Bangsa”, Utsman bin Abdullah Al-’Alawi dikenal seorang pengabdi Pemerintah Kolonial Belanda yang amat setia. Untuk kesetiaannya yang luarbiasa itu, ia dianugerahi “Bintang Salib Singa Belanda” tanggal 5 Desember 1899 tanpa upacara resmi. Ia bahkan pernah mengarang khotbah jum’at yang mengandung do’a dalam bahasa Arab untuk kesejahteraan Ratu Belanda Wilhelmina. Khotbah dan do’a itu kemudian dikenal di kalangan umat Islam sebagai “Khotbah Penjilat”….

Dalam upaya memadamkan pemberontakan Islam, Sayyid Utsman Al-’Alawi ini dikenal pula dengan fatwanya yang menyatakan bahwa jihad itu bukanlah perang melawan orang kafir, melainkan perang melawan nafsu-nafsu jahat yang bersarang pada diri pribadi setiap orang. Selain Al-’Alawi, Snouck juga dibantu sahabat lamanya ketika di Mekah, Haji Hasan Musthafa yang diberi posisi sebagai penasehat untuk wilayah Jawa Barat. Snouck sendiri memegang jabatan sebagai penasehat resmi pemerintah penjajah Belanda dalam bidang bahasa Timur dan Fiqh Islam. Jabatan ini masih dipegangnya hingga setelah kembali ke Belanda pada tahun 1906.

Galery Aceh

Keterangan Gambar :
Photo Ke: /

Pembersihan Aceh
Misi utama Snouck adalah "membersihkan" Aceh. Setelah melakukan studi mendalam tentang semua yang terkait dengan masyarakat ini, Snouck menulis laporan panjang yang berjudul kejahatan-kejahatan Aceh. Laporan ini kemudian jadi acuan dan dasar kebijakan politik dan militer Belanda dalam menghadapai masalah Aceh.

Pada bagian pertama, Snouck menjelaskan tentang kultur masyarakat Aceh, peran Islam, 'Ulama, dan peran tokoh pimpinannya. Ia menegaskan pada bagian ini, bahwa yang berada di belakang perang dahsyat Aceh dengan Belanda adalah para 'Ulama.

Sedangkan tokoh-tokoh formalnya bisa diajak damai dan dijadikan sekutu, karena mereka hanya memikirkan bisnisnya. Snouck menegaskan bahwa Islam harus dianggap sebagai faktor negatif, karena dialah yang menimbulkan semangat fanatisme agama di kalangan muslimin. Pada saat yang sarna, Islam membangkitkan rasa kebencian dan permusuhan rakyat Aceh terhadap Belanda. Jika dimungkinkan "pembersihan" 'Ulama dari tengah masyarakat, maka Islam takkan lagi punya kekuatan di Aceh. Setelah itu, para tokoh-tokoh adat bisa menguasai dengan mudah.

Bagian kedua laporan ini adalah usulan strategis soal militer. Snouck mengusulkan dilakukannya operasi militer di desa-desa di Aceh untuk melumpuhkan perlawanan rakyat yang menjadi sumber kekuatan 'Ulama. Bila ini berhasil, terbuka peluang untuk membangun kerjasama dengan pemimpin lokal. Perlu disebut di sini, bahwa Snouck didukung oleh jaringan intelijen mata-mata dari kalangan pribumi.

Cara yang ditempuh sama dengan yang dilakukannya di Saudi dulu, yaitu membangun hubungan dan melakukan kontak dengan warga setempat untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Orang-orang yang membantunya berasumsi bahwa Snouck adalah seorang saudara semuslim. Dalam suatu korespondensinya dengan 'Ulama Jawa, Snouck menerima surat yang bertuliskan "Wahai Fadhilah Syekh AIlamah Maulana Abdul Ghaffar, sang mufti negeri Jawa. "

Lebih aneh lagi, Snouck menikah dengan putri seorang kepala daerah Ciamis, Jawa Barat pada tahun 1890. dari pernikahan ini ia peroleh empat anak: Salamah, 'Umar, Aminah dan Ibrahim. Akhir abad 19 ia menikah lagi dengan Siti Sadijah, putri khalifah Apo, seorang 'Ulama besar di Bandung. Anak dari pernikahan ini bernama Raden Yusuf.

Portrait of NöldekeSnouck juga melakukan surat menyurat dengan gurunya Theodor Nöldeke, seorang orientalis Jerman terkenal. Sekedar catatan, Nöldeke adalah orientalis dan pakar Kearaban dari Jerman. Tahun 1860 aia menerbitkan bukunya, Geschichte des Qurans (Sejarah al-Quran). Karyanya ini dikembangkan bersama Schwally, Bergsträsser, dan Otto Pretzl, dan ditulis selama 68 tahun sejak edisi pertama.

Sampai saat ini, Geschichte des Qorans menjadi karya standar bagi para orientalis khususnya dalam sejarah kritis penyusunan Al-Quran. Musthafa A’zhami, dalam bukunya, The History of The Qur’anic Text, mengutip satu artikel di Encyclopedia Britannica (1891), dimana Nöldeke menyebutkan banyaknya kekeliruan dalam Al-Quran karena, kata Nöldeke, “Kejahilan Muhammad” tentang sejarah awal agama Yahudi – kecerobohan nama-nama dan perincian yang lain yang ia curi dari sumber-sumber Yahudi.’’

Sebagaimana dikutip dalam bukunya, Musthafa A’zhami, The History of The Qur’anic Text, Nöldeke, telah menuduh Nabi Muhammad sebagai penulis Al-Quran dan orang jahil. Selanjutnya, dalam suratnya, Snouck menegaskan bahwa keIslaman dan semua tindakannya adalah permainan untuk menipu orang Indonesia demi mendapatkan informasi.

Ia menulis "Saya masuk Islam hanya pura-pura. Inilah satu-satulnya jalan agar saya bisa diterima masyarakat Indonesia yang fanatik. " Temuan lain Koningsveld dalam surat Snouck mengungkap bahwa ia meragukan adanya Tuhan. Ini terungkap dari surat yang ia tulis pada pendeta Protestan terkenal Herman Parfink yang berisi, 'Anda termasuk orang yang percaya pada Tuhan. Saya sendiri ragu pada segala sesuatu. "

Devide et impera
Yang jelas, selama tujuh bulan Snouck berada si Aceh, sejak 8 Juli 1891, baru pada 23 Mei 1892, ia mengajukan Atjeh Verslag, laporannya kepada pemerintah Belanda tentang pendahuluan budaya dan keagamaan, dalam lingkup nasehat strategi kemiliteran Snouck.

Sebagian besar Atjeh Verslag kemudian diterbitkan dalam De Atjeher dalam dua jilid yang terbit 1893 dan 1894. Dalam Atjeh Verslag-lah pertama disampaikan agar kotak kekuasaan di Aceh dipecah-pecah. Itu berlangsung lama, karena sampai 1898, Snouck masih saja berkutat pada perang kontra-gerilya.

Profil Masyarakat Atjeh yang damai yang dipimpin oleh Ulubalang

Nasehat Snouck mematahkan perlawanan para ulama, karena awalnya Snouck sudah melemparkan isu bahwa yang berhak memimpin Aceh bukanlah uleebalang, tapi ulama yang dekat dengan rakyat kecil. Komponen paling menentukan sudah pecah, rakyat berdiri di belakang ulama, lalu Belanda mengerasi ulama dengan harapan rakyat yang sudah berposisi di sana menjadi takut. Untuk waktu yang singkat, metode yang dipakai berhasil. Snouck mendekati ulama untuk bisa memberi fatwa agama. Tapi fatwa-fatwa itu berdasarkan politik devide et impera.

Demi kepentingan keagamaan, ia berkotbah untuk menjauhkan agama dan politik. Selama di Aceh Snouck meneliti cara berpikir orang-orang secara langsung.

Dalam suratnya kepada Van der Maaten (29 Juni 1933), Snouck mengatakan bahwa ia bergaul dengan orang-orang Aceh yang menyingkir ke Penang. Van Heutsz adalah seorang petempur murni. Sebagai lambang morsose, keinginannya tentu menerapkan nasihat pertama Snouck; mematahkan perlawanan secara keras.

Tapi Van Heutsz ternyata harus melaksanakan nasihat lain dari Snouck, yang kemudian beranggapan pelumpuhan perlawanan dengan kekerasan akan melahirkan implikasi yang tambah sulit diredam. Akhirnya taktik militer Snouck memang diubah. Memang pada 1903, kesultanan Aceh takluk. Tapi persoalan Aceh tetap tak selesai. Sehingga Snouck terpaksa membalikkan metode, dengan mengusulkan agar di Aceh diterapkan kebijakan praktis yang dapat mendorong hilangnya rasa benci masyarakat Aceh karena tindakan penaklukkan secara bersenjata.

Inilah yang menyebabkan sejarah panjang ambivalensi dialami dalam menyelesaikan Aceh.

christoffel - colijn - kohler - swart - van heutsz
Para Jenderal pembunuh rakyat Atjeh



Sepionase?
Dr. P. Sj. Van Koningsveld, penulis Belanda yang gemar mengumpulkan tulisan-tulisannya bertalian kegiatan kontroversial Snouk mencatat beberapa perilaku Snouck Hurgronje. Kumpulan tulisan Van Koningsveld ini banyak mendapat pertentantangan dikalangan akademisi yang masih menjadi almamaternya di Leiden.

Dalam bukunya Snouck Hurgronje dan Islam (Girimukti Pasaka, Jakarta, 1989), Koningsveld menggambarkan kemungkinan Snouck masuk Islam oleh Qadi Jeddah dengan dua orang saksi setelah Snouck pindah tinggal bersama-sama dengan Aboebakar Djajadiningrat (1989: 95-107).

Van Koningsveld juga memberikan petunjuk-petunjuk yang memberikan kesan ketidaktulusan Snouck Hurgronje masuk Islam. Dia masuk Islam hanyalah untuk melancarkan tugasnya atau tujuannya yang hendak mengukuhkan kekuasaan Belanda di Indonesia, jadi bersifat politik–bukan ilmiah murni.

Veld berkomentar tentang aktivitas Snouck: "Ia berlindung di balik nama "penelitian Ilmiah" dalam melakukan aktifitas spionase, demi kepentingan penjajah".

Veld yang merupakan peneliti Belanda yang secara khusus mengkaji biografi Snouck menegaskan, bahwa dalam studinya terhadap masyarakat Aceh, Snouck menulis laporan ganda. Ia menuliskan dua buku tentang Aceh dengan satu judul, namun dengan isi yang bertolak belakang. Dari laporan ini, Snouck hidup di tengah masyarakat Aceh selama tiga puluh tiga bulan dan ia pura-pura masuk Islam.

Selain tugas memata-matai Aceh, Snouck juga terlibat sebagai peletak dasar segala kebijakan kolonial Belanda menyangkut kepentingan umat Islam. Atas sarannya, Belanda mencoba memikat ulama untuk tak menentang dengan melibatkan massa. Tak heran, setelah Aceh, Snouck pun memberi masukan bagaimana menguasai beberapa bagian Jawa dengan memanjakan ulama.

Dalam rentang waktu itu, ia menyaksikan budaya dan watak masyarakat Aceh sekaligus memantau perisriwa yang terjadi. Semua aktivitasnya tak lebih dari pekerjaan spionase dengan mengamati dan mencatat. Sebagai hasilnya ia menulis dua buku. Pertama berjudul "Aceh," memuat laporan ilmiah tentang karakteristik masyarakat Aceh dan buku ini diterbitkan. Tapi pada saat yang sama, ia juga menulis laporan untuk pemerintah Belanda berjudul "Kejahatan Aceh.” Buku ini memuat alasan-alasan memerangi rakyat Aceh.

Dua buku ini bertolak belakang dari sisi materi dan prinsipnya. Buku ini menggambarkan sikap Snouck yang sebenarnya. Di dalamnya Snouck mencela dan merendahkan masyarakat dan agama rakyat Aceh. Laporan ini bisa disebut hanya berisi cacian dan celaan sebagai provokasi penjajah untuk memerangi rakyat Aceh. [Ditulis Indra Yogi. Tulisan ini disadur dari tulisan Dr. Daud Rasyid, MA, ”Fenomena Sunnah di Indonesia, Potret Pergulatan Melawan Konspirasi” dan beberapa sumber lain/hidayatullah.com]

LINK

1. http://home.iae.nl/users/arcengel/NedIndie/heutsz.htm
2. http://id.wikipedia.org/wiki/Snouck_Hurgronje
3. http://www.antenna.nl/wvi/nl/ic/vp/atjeh/
4. http://www.zum.de/whkmla/region/seasia/aceh.html
5. http://www.zum.de/whkmla/region/seasia/xaceh.html
6. http://www.achehtimes.com/
7. http://home.iae.nl/users/arcengel/NedIndie/atjeh.htm
8. http://home.iae.nl/users/arcengel/NedIndie/atjeh2.htm#snouck
9. http://home.iae.nl/users/arcengel/NedIndie/heutsz.htm
10. http://id.wikipedia.org/wiki/Snouck_Hurgronje
11. http://www.engelfriet.net/Alie/Hans/atjeh.htm
12. http://www.breurhenket.com/atjeh.htm
13. http://members.lycos.nl/fammaier/
14. http://www.collectie.legermuseum.nl/strategion/strategion/i004936.html
15. http://en.wikipedia.org/wiki/Royal_Netherlands_East_Indies_Army
16. http://id.wikipedia.org/wiki/KNIL

KEUTAMAAN SHALAT DAN PERINGATAN AGAR TIDAK MENINGGALKANNYA

KEUTAMAAN SHALAT DAN PERINGATAN AGAR TIDAK MENINGGALKANNYA

Untuk anggota Belajar Al Islam
Tato Yuniarto 02 Januari jam 16:45 Reply
1.Allah berfirman :

] وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ (9) أُوْلَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ(10) الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ[ سورة المؤمنون

“Dan orang-orang yang memelihara shalatnya, mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga firdaus, mereka kekal di dalamnya.” (Al-Mu’minun : 9-11)

2.Allah berfirman :

] وأقم الصلاة إن الصلاة تنهى عن الفحشاء والمنكر [

“Dan kerjakanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.” (Al-Ankabut : 45).

3.Alllah berfirman :

] فويل للمصلين. الذين هم عن صلاتهم ساهون [

“Celakalah orang-orang yang shalat, yaitu orang yang lalai dalam shalatnya (menunda-nunda sehingga keluar dari waktunya).” (Al-Ma’un : 4-5)

4.Allah berfirman :

] قد أفلح المؤمنون الذين هم في صلاتهم خاشعون [

“Sungguh bahagialah orang-orang mu’min yang khusyu’ dalam shalatnya.” (Al-Mu’minun : 1-2)

5.Allah berfirman :

]فَخَلَفَ مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا[ (59) سورة مريم

“Lalu datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (Maryam ; 59)

6.Rasululloh Shallallahu'alaihi wasallam bersabda :

“Tahukah kamu, apabila di dekat pintu rumahmu terdapat sebuah sungai dan kamu mandi lima kali sehari? Apakah badanmu masih kotor? Para sahabat menjawab : Tidak! Nabi bersabda lagi : begitulah halnya shalat yang lima kali sehari, Allah menghapuskan dosa-dosa manusia dengan shalat itu.” (Hadits Muttafaq Alaih).

7.Nabi Shallallahu'alaihi wasallam bersabda :

“Perjanjian antara kita dengan mereka adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka ia telah kafir.” (Hadits shahih riwayat Ahmad).

8.Nabi Shallallahu'alaihi wasallam bersabda :

“Tonggak pemisah antara seseorang muslim dengan kafir adalah shalat.” (Riwayat Muslim).

Potret Islam di Museum Kita

Potret Islam di Museum Kita

Bagian 1
Wajah orangtua itu bersungguh-sungguh. Mimik mukanya sangat serius. Ada sedikit kesedihan terpancar di kedua matanya. Bibirnya bergetar. “Negara ini sangat zalim dalam merekam perjalanan sejarah bangsanya sendiri, ” ujarnya.

Orangtua itu melanjutkan ceritanya. Dia bilang jika reformasi telah gagal di banyak bidang. Salah satunya, yang paling nyata, adalah di bidang penulisan sejarah bangsa. “Bagaimana generasi muda bangsa ini bisa bercermin pada sejarah bangsanya, bila yang ditemukan atau dikisahkan kepada mereka adalah kebohongan demi kebohongan.

Orangtua itu adalah Letnan Jenderal (Purn) Zaini Azhar Maulani atau yang biasa ditulis dengan ZA. Maulani saja. Mantan Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) di era Presiden Habibie itu tengah berdiskusi dengan segelintir anak muda di suatu daerah di Jakarta, pertengahan 2002.

Menurut lelaki kelahiran Marabahan, sebuah kota kecil di Kalimantan Selatan, tahun 1939, penulisan sejarah bangsa Indonesia telah banyak menyimpang dari fakta yang sesungguhnya terjadi.

Siapa pun tak kan bisa menolak fakta bahwa perjuangan umat Islam-lah yang menjadikan negara ini merdeka dan mampu mempertahankannya. Semangat jihad-lah yang membuat bangsa dan negara ini kuat menghadapi berbagai gempuran para musuhnya. Tapi apakah hal ini ditulis dengan benar dan apa adanya dalam sejarah kita? Sama sekali tidak!” tegasnya.

Jenderal yang sangat bersahaya ini melanjutkan, “Jika tidak percaya dengan apa yang saya ucapkan ini, silakan Anda semua pergi ke museum. Lihat apa yang ditulis di dalam museum-museum kita tentang perjalanan sejarah bangsa ini. Apa yang mereka tulis tentang umat Islam Indonesia dan perjuangannya?

Pernyataan akhir dari lelaki tegar ini sungguh menyesakkan dada. “Museum-museum kita menuliskan bahwa umat Islam Indonesia tidak lebih sebagai para pemberontak. Ada DI/TII dan NII Kartosuwiryo, Daud Beureueh, Kahar Muzakar, Gerombolan Imron ‘Woyla’, peledakan Borobudur, dan sebagainya. Umat Islam Indonesia dilukiskan sebagai teroris. Tidak lebih.

Saya, salah satu anak muda yang ikut dalam acara diskusi malam itu, pulang dengan berjuta pertanyaan di kepala. Setelah pertemuan itu, setiap saya berkesempatan mengunjungi museum, pernyataan Pak Maulani kembali terngiang di kepala. Menurut saya, Museum ABRI Satria Mandala yang terletak di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, bisa merepresentasikan dengan baik apa yang dikatakan Pak Maulani. Karena di museum yang menempati lokasi bekas rumah pribadi Ratna Sari Dewi, salah satu isteri Presiden Soekarno ini, memang disengaja untuk memotret perjalanan sejarah bangsa ini sejak kemerdekaan tahun 1945 hingga masa Orde Baru.

Satria Mandala
Sejak awal Orde Baru hingga sekarang, Museum ABRI Satria Mandala merupakan satu-satunya museum yang dianggap terlengkap memotret perjalanan sejarah rakyat dan TNI di dalam mempertahankan kemerdekaan RI. Ada istilah ‘dianggap’ karena secara kuantitas maupun kualitas, museum ini pun sesungguhnya tidak representatif dijadikan pedoman bagi bangsa ini di dalam menelusuri jejak sejarahnya.

Begitu memasuki ruang pertama museum ini, kita akan disuguhkan dengan sejumlah panji-panji angkatan. Lalu ada ruang diorama yang diawali dengan penggambaran pembacaan teks proklamasi yang dilakukan Soekarno-Hatta di Jalan Pegangsaan Jakarta, 17 Agustus 1945. Diikuti dengan diorama lainnya dan diakhiri dengan peristiwa Pertempuran Surabaya, 10 November 1945, yang begitu heroik dan oleh pemerintah RI diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Tidak ada satu pun kalimat yang menyinggung peranan umat Islam di dalam deret diorama pertama ini. Padahal, ini salah satu contoh saja, pertempuran 10 November 1945 di Surabaya dicetuskan oleh Deklarasi Jihad para ulama se-Jawa pada bulan Oktober 1945 untuk bertekad mengusir penjajah yang ingin kembali menguasai Indonesia.

Peranan Bung Tomo yang membakar semangat arek-arek Suroboyo dengan pidato jihadnya di depan corong RRI Surabaya, dengan berkali-kali memekikkan takbir “Allahu Akbar” hingga bergema di angkasa Kota Pahlawan itu juga sama sekali tidak disinggung. Padahal nyaris seluruh arek-arek Suroboyo rela berkorban jiwa dan raga karena semata-mata didasari adanya semangat jihad fi sabilillah, bukan semangat lainnya.

Dan ini bukan satu-satunya. Diorama lainnya yang juga secara hambar menggambarkan sejarah perjuangan umat Islam Indonesia adalah diorama tentang Palagan Ambarawa, 15 Desember 1945. Di dalam plat kuning yang berisikan informasi secara garis besar tentang Palagan Ambarawa, tidak ada sedikit pun yang menyinggung tentang peranan para Kiai dan Pasukan Santri yang sesungguhnya merupakan pasukan inti pemukul kekuatan pasukan Inggris, wakil dari pasukan Sekutu, yang baru saja mabuk kemenangan di dalam Perang Dunia II.

Sejarawan Islam dari Bandung, Ahmad Mansyur Suryanegara, mengisahkan, “Sejarah kita tidak menuliskan dengan benar soal Palagan Ambarawa. Padahal momentum itu merupakan momentum yang sangat penting, karena ketika itulah pasukan santri yang dipimpin para kiai berhasil memukul mundur pasukan Inggris yang merupakan pasukan pemenang Perang Dunia II. Pasukan santri ini juga berhasil merebut sejumlah benteng peninggalan Belanda dan membuat Sekutu yang dipimpin Mayjen Hawthron, Panglima Divisi India ke-23, pontang-panting melarikan diri menuju kapal-kapal perang mereka yang bersandar di pelabuhan Semarang. ”

Sebuah buku berjudul Rumpun Diponegoro dan Pengabdiannya melukiskan suasana pertempuran saat itu: “Ambarawa memerah bagain lautan api. Sambil terus mundur, musuh membakari rumah-rumah penduduk. Pasukan Sekutu terus dilabrak pasukan kita sampai lari keluar kota…. ”

Kedahsyatan Pertempuran Ambarawa ini kemudian oleh TNI Angkatan Darat dijadikan sebagai Hari Infanteri. Sebuah hari kebangaan dari korps yang dikenal di dunia sebagai The Queen of the Battle, Ratu Medan Tempur, yang memiki makna sebagai penentu kemenangan dalam setiap pertempuran. Kemenangan di Ambarawa-lah yang kemudian menaikkan tokoh religius Soedirman, mantan ustadz Muhammadiyah, sebagai Panglima Tentara Republik Indonesia (TRI). Sejumlah tokoh juga naik namanya berkat Ambarawa yakni Ahmad Yani, Pranoto, dan Soeryosoempeno.

Kedahsyatan Palagan Ambarawa juga tercermin dalam laporan pihak Inggris yang menulis: “The battle of Ambarawa had been a fierce struggle between Indonesian troops and Pemuda and, on the other hand, Indian soldiers, assisted by a Japanese company…." Yang juga ditambahi dengan kalimat, “The British had bombed Ungaran intensively to open the road and strafed Ambarawa from air repeatedly. Air raids too had taken place upon Solo and Yogya, to destroy the local radio stations, from where the fighting spirit was sustained…”

Sayang beribu sayang, oleh sejarah resmi yang beredar sekarang, Palagan Ambarawa dianggap sebagai kesuksesan tentara semata, menghapus peran ribuan laskar santri dan para kiai yang sesunguhnyalah berperan besar dalam pertempuran ini. Monumen dan Museum Palagan Ambarawa saja yang didirikan di kota yang berhawa sejuk itu, 35 kilometer selatan Semarang, pada tahun 1973-1974 juga tidak menyinggung fakta sejarah ini.

Dalam tulisan kedua, kita akan menengok Museum Waspada Purba Wisesa, sebuah gedung bertingkat yang masih terletak di areal Museum ABRI Satria Mandala. Di Museum ini, umat Islam Indonesia digambarkan tidak lebih dari seorang teroris. Diorama pertama saja sudah menggambarkan penghilangan tujuh buah kata dalam Mukadimmah UUD 1945, yang digambarkan dengan penuh kesyukuran. Padahal, peristiwa ini tidak lebih sebagai bentuk pengkhianatan. Tidak lebih. (Bersambung/Rizki Ridyasmara/eramuslim)


Galery Museum Satria Mandala
Bagian2
Setelah ‘menengok’ Museum ABRI Satria Mandala, kita akan mengunjungi Museum Waspada Purba Wisesa, sebuah museum kecil yang menempati dua lantai dari sebuah gedung berlantai lima yang masih berada di dalam areal Museum ABRI Satria Mandala.

Museum ini, sesuai dengan namanya, merupakan sebuah ‘situs peringatan’ kepada bangsa ini agar tidak melupakan aneka pemberontakan terhadap negara. Terdiri dari puluhan diorama yang menggambarkan hal tersebut.

Dalam satu artikel yang dimuat Harian Sinar Harapan (2003) berjudul “Museum TNI dan Polri, Obyek Wisata Pemerintah”, museum ini dikatakan sebagai, “Isinya berupa fakta sejarah tentang gerombolan pengacau dan juga gambaran bangsa Indonesia yang Pancasilais. Meskipun berkesan propaganda dari Pemerintah Orde Baru, namun buat informasi sejarah masih layak digunakan.

Siapa yang dimaksud dengan istilah ‘Gerombolan Pengacau’? Pertanyaan ini seakan dijawab dengan deretan diorama yang ada. Begitu kita memasuki pintu utama, diorama yang pertama menampilkan peristiwa dihilangkannya tujuh buah kata dalam Mukadimmah UUD 1945. Secara atraktif, bahkan norak, dengan memakai lampu sorot yang berkedip-kedip berwarna merah, terdapat tulisan, “…dengan kewadjiban mendjalankan sjariat Islam bagi pemeloek-pemeloeknja. ”—yang kemudian diberi tanda silang.

Hal ini seolah mengatakan bahwa dihapusnya tujuh buah kata tersebut merupakan sebuah kemenangan bagi bangsa Indonesia, yang berhasil menghapuskan Islam dari nafas legal-formal kenegaraan dan kebangsaan, sehinga Republik Indonesia berdiri di atas dasar sekularisme.

“Padahal, dihapuskannya tujuh buah kata dalam Mukadimmah UUD 1945 itu merupakan sebuah pengkhianatan founding fathers kita terhadap cita-cita kemerdekaan, yang direbut dan dipertahankan dengan susah-payah, dengan perjuangan di bawah gemuruh takbir Allahu Akbar dan semangat jihad fisabilillah!” tegas KH. Firdaus AN.

Peristiwa pengkhianatan para founding fathers negara ini terhadap amanah rakyatnya sendiri digambarkan dengan begitu jumawa dan tanpa perasaan malu sedikit pun. Diorama ini nyata-nyata telah menafikkan perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang dilakukan umat Islam. Padahal, tanpa perjuangan umat Islam, tak kan pernah ada sebuah negara bernama Republik Indonesia.

Diorama-diorama selanjutnya berisi aneka peristiwa pemberontakan yang kebetulan dilakukan atas nama Islam seperti Komando Jihad dengan peristiwa Woyla, DI/TII, Kahar Muzakar, Daud Beureueh, peledakan Candi Borobudur, pemberontakan Yon 427 yang terdiri dari mantan Laskar Sabilillah dan Hisbullah, dan sebagainya.

“Di museum-museum kita, perjuangan umat Islam Indonesia dihapuskan begitu saja, sama sekali tidak pernah dianggap ada. Jika pun ada maka hal itu hanya terkait dengan peristiwa pemberontakan atau terorisme. Ini yang harus diubah, ” papar ZA. Maulani.

Resolusi Jihad para ulama yang kemudian meletus menjadi peristiwa pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, Palagan Ambarawa yang dipimpin oleh ribuan laskar santri di bawah komando para ulama, tingginya religiusitas seorang Jenderal Soedirman yang setiap pidato dan surat-suratnya senantiasa diawali dengan takbir Allahu Akbar dan sarat mengutip ayat-ayat jihad dari Al-Qur’an, dan sebagainya, semua itu dihapuskan dari catatan sejarah negeri ini.

Seolah-olah Indonesia bisa merebut kemerdekaan dan mempertahankannya dari gempuran pasukan Sekutu pemenang Perang Dunia II hanya berbekal bambu runcing dan kalimat ‘Merdeka atau Mati’! Hal ini sangatlah naïf.

Mudah-mudahan, seiring dengan berjalannya waktu, penulisan sejarah kita bisa diluruskan dan diperbaiki. Hitam katakan hitam, dan putih katakan putih. Jangan seperti sekarang, di mana banyak koruptor malah dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, dan banyak para pahlawan yang sesungguhnya dimakamkan di areal pemakaman umum. Itu pun banyak yang kemudian digusur karena ahli warisnya tidak sanggup membayar pajak dan retribusi makam.

Letnan Jenderal (Purn) ZA. Maulani wafat pada hari Selasa, 5 April 2005. Namun keinginannya, meluruskan sejarah tentang perjuangan umat Islam Indonesia, semoga dilanjutkan generasi muda bangsa ini. Amien. (Rz/Tamat/eramuslim)
LINK
  1. http://id.wikipedia.org/wiki/Z.A._Maulani
  2. http://aroengbinang.blogspot.com/2007/04/museum-in-jakarta.html
  3. http://id.wikipedia.org/wiki/Palagan_Ambarawa
  4. http://students.ukdw.ac.id/~22022819/rw01_palagan.html
  5. http://www.tni.mil.id/news.php?q=dtl&id=674
  6. http://ms.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Pertahanan_Indonesia
  7. http://wisata-ungaran.com/images/obyek%20wisata/palagan%20ambarawa/palagan-ambarawa.htm
  8. http://www.seansspot.com/Album/gallery.php?name=java_monumen_palagan_ambarawa

Pendengki Tidak Akan Sukses

Pendengki Tidak Akan Sukses

Diposting oleh: admin : Kategori: Religi

Janganlah kalian saling membenci, janganlah kalian saling mendengki, janganlah kalian saling membelakangi

“Janganlah kalian saling membenci, janganlah kalian saling mendengki, janganlah kalian saling membelakangi (saling berpaling), dan janganlah kalian saling memutuskan. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (H.R. Muttafaq ‘alaih)

Hadis ini diriwayatkan Imam al-Bukhari dalam “Al Adab” dan Muslim dalam “Al Birr”. Lebih khusus tentang larangan dengki disebutkan oleh Rasulullah saw. dalam hadis lain:

“Hindarilah dengki karena dengki itu memakan (menghancurkan) kebaikan sebagaimana api memakan (menghancurkan) kayu bakar.” (H.R Abu Dawud).

Dengki didefiniskan oleh para ulama sebagai:
“Mengangankan hilangnya kenikamatan dari pemiliknya, baik kenikmatan (yang berhubungan dengan) agama maupun dunia.”

Dari definisi di atas kita dapat memahami bahwa iri dengki tidak hanya menyangkut capaian-capaian yang bersifat duniawi, seperti rumah dan kendaraan, melainkan juga menyangkut capaian-capaian di lingkup keagamaan, misalnya dakwah. Ini juga berarti bahwa penyakit dengki bukan hanya menjangkiti kalangan awam. Iri dengki itu ternyata dapat menjalar dan menjangkiti kalangan yang dikategorikan berilmu, pejuang, dan da’i. Seorang da’i atau mubalig, misalnya, tidak suka melihat banyaknya pengikut da’i atau mubalig lain. Seorang yang berafiliasi kepada kelompok atau jama’ah tertentu sangat benci kepada kelompok atau jama’ah lain yang mendapatkan kemenangan-kemenang an. Dan masih banyak lagi bentuk lainnya dari sikap iri dengki di kalangan para “pejuang”. Tapi bagaimana ini bisa terjadi?

Imam al-Ghazali r.a. menjelaskan, “Tidak akan terjadi saling dengki di kalangan para ulama. Sebab yang mereka tuju adalah ma’rifatullah (mengenal Allah). Tujuan seperti itu bagaikan samudera luas yang tidak bertepi. Dan yang mereka cari adalah kedudukan di sisi Allah. Itu juga merupakan tujuan yang tidak terbatas. Karena kenikmatan paling tinggi yang ada pada sisi Allah adalah perjumpaan dengan-Nya. Dan dalam hal itu tidak akan ada saling dorong dan berdesak-desakan. Orang-orang yang melihat Allah tidak akan merasa sempit dengan adanya orang lain yang juga melihat-Nya. Bahkan, semakin banyak yang melihat semakin nikmatlah mereka.”

Al-Ghazali melanjutkan, “Akan tetapi, bila para ulama, dengan ilmunya itu menginginkan harta dan wibawa mereka pasti saling dengki. Sebab harta merupakan materi. Jika ia ada pada tangan seseorang pasti hilang dari tangan orang lain. Dan wibawa adalah penguasaan hati. Jika hati seseorang mengagungkan seorang ulama pasti orang itu tidak mengagungkan ulama lainnya. Hal itu dapat menjadi sebab saling dengki.” (Ihya-u ‘Ulumid-Din, Imam Al-Ghazali, juz III hal. 191.)

Jadi, dalam konteks perjuangan, dengki dapat merayapi hati orang yang merasa kalah wibawa, kalah popularitas, kalah pengaruh, kalah pengikut. Yang didengki tentulah pihak yang dianggapnya lebih dalam hal wibawa, polularitas, pengaruh, dan jumlah pengikut itu. Tidak mungkin seseorang merasa iri kepada orang yang dianggapnya lebih “kecil” atau lebih lemah. Sebuah pepatah Arab mengatakan, “Kullu dzi ni’matin mahsuudun.” (Setiap yang mendapat kenikmatan pasti didengki).

Penyakit dengki sangat berbahaya. Tapi bahayanya lebih besar mengancam si pendengki ketimbang orang yang didengki. Bahkan realitas membuktikan, sering kali pihak yang didengki justru diuntungkan dan mendapatkan banyak kebaikan. Sebaliknya, si pendengki menjadi pecundang. Di antara kekalahan-kekalahan pendengki adalah sebagai berikut.

Pertama, kegagalan dalam perjuangan.
Perilaku pendengki sering tidak terkendali. Dia bisa terjebak dalam tindakan merusak nama baik, mendeskreditkan, dan menghinakan orang yang didengkinya. Dengan cara itu ia membayangkan akan merusak citra, kredibelitas, dan daya tarik orang yang didengkinya dan sebaliknya mengangkat citra, nama baik, dan kredibelitas pihaknya. Namun kehendak Allah tidaklah demikian. Rasulullah saw. bersabda:

Dari Jabir dan Abu Ayyub al-Anshari, mereka mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada seorang pun yang menghinakan seorang Muslim di satu tempat yang padanya ia dinodai harga dirinya dan dirusak kehormatannya melainkan Allah akan menghinakan orang (yang menghina) itu di tempat yang ia inginkan pertolongan- Nya. Dan tidak seorang pun yang membela seorang Muslim di tempat yang padanya ia dinodai harga dirinya dan dirusak kehormatannya melainkan Allah akan membela orang (yang membela) itu di tempat yang ia menginginkan pembelaan-Nya.” (H.R. Ahmad, Abu Dawud, dan Ath-Thabrani)

Kedua, melumat habis kebaikan.
Rasulullah saw. bersabda, “Hindarilah dengki karena dengki itu memakan (menghancurkan) kebaikan sebagaimana api memakan (menghancurkan) kayu bakar.” (H.R. Abu Dawud).

Makna memakan kebaikan dijelaskan dalam kitab ‘Aunul Ma’bud, “Memusnahkan dan menghilangkan (nilai) ketaatan pendengki sebagaimana api membakar kayu bakar. Sebab kedengkian akan mengantarkan pengidapnya menggunjing orang yang didengki dan perbuatan buruk lainnya. Maka berpindahlah kebaikan si pendengki itu pada kehormatan orang yang didengki. Maka bertambahlah pada orang yang didengki kenikmatan demi kenikmatan sedangkan si pendengki bertambah kerugian demi kerugian. Sebagaimana yang Allah firmankan, ‘Ia merugi dunia dan akhirat’.” (‘Aunul-Ma’bud juz 13:168)

Ketiga, tidak produktif dengan kebajikan.
Rasulullah saw. bersabda, “Menjalar kepada kalian penyakit umat-umat (terdahulu): kedengkian dan kebencian. Itulah penyakit yang akan mencukur gundul. Aku tidak mengatakan bahwa penyakit itu mencukur rambut melainkan mencukur agama.” (H.R. At-Tirmidzi)

Islam yang rahmatan lil-’alamin yang dibawa oleh orang yang di dadanya memendam kedengkian tidak akan dapat dirasakan nikmatnya oleh orang lain. Bahkan pendengki itu tidak mampu untuk sekadar menyungging senyum, mengucapkan kata ‘selamat’, atau melambaikan tangan bagi saudaranya yang mendapat sukses, baik dalam urusan dunia maupun terkait dengan sukses dalam perjuangan. Apatah lagi untuk membantu dan mendukung saudaranya yang mendapat sukses itu. Dengan demikian Islam yang dibawanya tidak produktif dengan kebaikan alias gundul.

Keempat, menghancurkan harga diri.
Ketika seseorang melampiaskan kebencian dan kedengkian dengan melakukan propaganda busuk, hasutan, dan demarketing kepada pihak lain, jangan berangan bahwa semua orang akan terpengaruh olehnya. Yang terpengaruh hanyalah orang-orang yang tidak membuka mata terhadap realitas, tidak dapat berpikir objektif, atau memang sudah “satu frekuensi” dengan si pendengki. Akan tetapi banyak pula yang mencoba melakukan tabayyun, mencari informasi pembanding, dan berusaha berpikir objektif. Nah, semakin hebat gempuran kedengkian dan kebencian itu, bagi orang yang berpikir objektif justru akan semakin tahu kebusukan hati si pendengki. Orang yang memiliki hati nurani ternyata tidak senang dengan fitnah, isu murahan, atau intrik-intrik pecundang. Di mata mereka orang-orang yang bermental kerdil itu tidaklah simpatik dan tidak mengundang keberpihakan.

Orang yang banyak melakukan provokasi dan hanya bisa menjelek-jelekkan pihak lain juga akan terlihat di mata orang banyak sebagai orang yang tidak punya program dalam hidupnya. Dia tampil sebagai orang yang tidak dapat menampilkan sesuatu yang positif untuk “dijual”. Maka jalan pintasnya adalah mengorek-ngorek apa yang ia anggap sebagai kesalahan. Bahkan sesuatu yang baik di mata pendengki bisa disulap menjadi keburukan. Nah, mana ada orang yang sehat akalnya suka cara-cara seperti itu?

Kelima, menyerupai orang munafik.
Di antara perilaku orang munafik adalah selalu mencerca dan mencaci apa yang dilakukan oran lain terutama yang didengkinya. Jangankan yang tampak buruk, yang nyata-nyata baik pun akan dikecam dan dianggap buruk. Allah swt. menggambarkan prilaku itu sebagai prilaku orang munafik. Abi Mas’ud al-Anshari r.a. mengatakan, saat turun ayat tentang infaq para sahabat mulai memberikan infaq. Ketika ada orang Muslim yang memberi infaq dalam jumlah besar, orang-orang munafik mengatakan bahwa dia riya. Dan ketika ada orang Muslim yang berinfak dalam jumlah kecil, mereka mengatakan bahwa Allah tidak butuh dengan infak yang kecil itu. Maka turunlah ayat 79 At-Taubah. (Al-Bukhari dan Muslim)

Keenam, gelap mata dan tidak termotivasi untuk memperbaiki diri.
Pendengki biasanya sulit melihat kelemahan dan kekurangan diri sendiri dan tidak dapat melihat kelebihan pada pihak lain. Akibatnya pula jalan kebenaran yang terang benderang menjadi kelam tertutup mega kedengkian. Apa pun yang dikatakan, apa pun yang dilakukan dan apa pun yang datang dari orang yang dibenci dan didengkinya adalah salah dan tidak baik. Akhirnya dia tidak dapat melaksanakan perintah Allah swt. sebagaimana yang disebutkan dalam ayat, “Orang-orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (Q.S. Az-Zumar 39: 18)

Di sisi lain, pendengki –manakala mengalami kekalahan dan kegagalan dalam perjuangan— cenderung mencari kambing hitam. Ia menuduh pihak luar sebagai biang kegagalan dan bukannya melakukan muhasabah (introspeksi) . Semakin larut dalam mencari-cari kesalahan pihak lain akan semakin habis waktunya dan semakin terkuras potensinya hingga tak mampu memperbaiki diri. Dan tentu saja sikap ini hanya akan menambah keterpurukan dan sama sekali tidak dapat memberikan manfaat sedikit pun untuk mewujudkan kemenangan yang didambakannya.

Ketujuh, membebani diri sendiri.
Iri dengki adalah beban berat. Bayangkan, setiap melihat orang yang didengkinya dengan segala kesuksesannya, mukanya akan menjadi tertekuk, lidahnya mengeluarkan sumpah serapah, bibirnya berat untuk tersenyum, dan yang lebih bahaya hatinya semakin penuh dengan marah, benci, curiga, kesal, kecewa, resah, dan perasaan-perasaan negatif lainnya. Nikmatkah kehidupan yang penuh dengan perasaan itu? Seperti layaknya penyakit, ketika dipelihara akan mendatangkan penyakit lainnya. Demikian pula penyakit hati yang bernama iri dengki. “Di dalam hati mereka ada penyakit maka Allah tambahkan kepada mereka penyakit (lainnya).” (Q.S. Al Baqarah 2: 10)

Jika demikian, mengertilah kita makna pernyataan seorang ulama salaf, seperti disebutkan dalam kitab Kasyful-Khafa 1:430
“Pendengki tidak akan pernah sukses.” Wallahu A’lam.

Untukmu, Sahabat...

Untukmu, Sahabat...

Pada suatu hari,
seorang wanita muda yang baru
saja menikah mengunjungi ibunya, Mereka duduk
di sebuah sofa dan menikmati segelas air teh
dingin.Ketika mereka sedang berbincang-bincang
mengenai kehidupan,pernikaha n,tanggung jawab
dalam hidup serta kewajiban, sang ibu dengan
perlahan menaruh sebongkah es batu ke dalam
gelasnya dan menatap wajah anak perempuannya .
“Jangan lupakan sahabat-sahabat wanitamu.”
nasihatnya, sambil mengaduk-ngaduk daun teh di
bawah gelasnya.
“Mereka akan menjadi orang yang penting bagimu
ketika usiamu makin tua.Tidak peduli seberapa
dalam kau mencintai suamimu, seberapa
banyak anak-anak yang kau miliki, kau masih
tetap harus memiliki sahabat wanita.
Ingatlah untuk berjalan-jalan bersama mereka,
melakukan hal bersama- sama dengan mereka.
Dan ingat bahwa mereka bukan hanya sekedar
sahabat wanitamu, tetapi mereka akan menjadi
saudara, anak dan yang lainnya. Kau akan
membutuhkan sosok wanita yang lain. Wanita
selalu begitu.”

“Sungguh nasihat yang aneh,” pikir si wanita
muda. “Bukankah aku baru saja menikah?
Bukankah aku baru saja bergabung dalam dunia
pasangan-pasangan muda? Sekarang saya adalah
seorang istri, orang dewasa,bukan anak
perempuan kecil yang memerlukan teman main
perempuan lainnya!
Tentu saja keluarga yang akan kami bina dapat
membuat hidup saya lebih berarti.”
Tetapi, ia mendengarkan nasihat ibunya; ia terus
berhubungan dengan sahabat-sahabat wanitanya
dan bertemu dengan semakin banyak sahabat
setiap tahun. Ketika tahun demi tahun berlalu, ia
mulai merasakan betapa benar nasihat yang
diberikan ibunya. Ketika waktu dan keadaan
mengubah keberadaan mereka sebagai wanita
dengan segala misterinya, sahabat-sahabat
wanitanya tetap berada dalam kehidupannya.
Setelah hidup selama 50 tahun dalam dunia ini,
inilah fakta-fakta yang saya dapatkan dari
memiliki sahabat wanita:
Sahabat wanita akan menjaga rahasiamu.
Sahabat wanita akan memberikan nasihat ketika
kau membutuhkannya.
Sahabat wanita tidak selalu mengatakan apa yang
kau lakukan benar, tetapi mereka bersikap jujur.
Sahabat wanita akan terus mengasihimu,
meskipun ada perbedaan pendapat.
Sahabat wanita akan tertawa bersama-sama
denganmu, dan lelucon kosong sama
sekali tidak diperlukan hanya untuk sebuah tawa.
Sahabat wanita akan menolongmu keluar dari
hubungan-hubungan yang buruk.
Sahabat wanita menolongmu mencarikan rumah
tinggal yang baru, membantu mengepak barang
dan pindah.
Sahabat wanita akan membantu membuat sebuah
pesta untuk anak-anakmu mereka menikah
atau memiliki anak, manapun yang lebih dulu
terjadi.
Sahabat wanita akan selalu berada di sampingmu,
dalam suka maupun duka.
Sahabat wanita akan menempuh badai, topan,
panas, dan kegelapan untuk mengeluarkan kau
dari keputusasaan.
Sahabat wanita akan mendengarkan ketika kau
kehilangan pekerjaan atau seorang kawan.
Sahabat wanita akan mendengarkan ketika anak-
anakmu mengecewekanmu.
Sahabat wanita akan menangis bersamamu ketika
orang yang dikasihimu meninggal.
Sahabat wanita menghiburmu ketika kau
dikecewakan oleh banyak dalam
kehidupanmu.
Sahabat wanita membantumu untuk bangkit
kembali ketika pria kau cintai pergi
meninggalkanmu.
Sahabat wanita senang ketika mereka melihatmu
bahagia, dan bersedia mencari dan melemparkan
apa yang tidak membuatmu bahagia.
Waktu berlalu…Kehidupan berjalan..
Jarak memisahkan.. .Anak-anak beranjak dewasa..
Cinta hilang dan pergi..Hati yang hancur..
Karir berakhir..Pekerjaan berganti..
Orang tua meninggal..Rekan- rekan melupakan
kebaikan..
TETAPI, sahabat-sahabat wanita akan terus
mendampinginmu, meskipun waktu dan jarak
yang terpaut sangat jauh. sahabat wanita tidak
akan lebih jauh dari orang-orang yang
membutuhkan.
TERIMA KASIH SAHABAT….. ……

Ibnu Hajar Al Haitami (909 – 974 H)

Ibnu Hajar Al Haitami (909 – 974 H)

Nama lengkap beliau adalah Syihabuddin Ahmad bin Hajar al Haitami, Lahir di Mesir tahun 909 H. dan wafat di Mekkah tahun 974H. Pada waktu kecil beliau diasuh oleh dua orang Syeikh, yaitu Syeikh.Syihabuddin Abul Hamail dan Syeikh Syamsuddin as Syanawi. Pada usia 14 tahun beliau dipindahkan belajar masuk Jami’ Al Azhar. Pada Unirnersitas Al Azhar beliau belajar kepada Syeikhul Islam Zakariya al Anshari dan lain-lain.

Kitab.kitab karangan beliau banyak sekali, diaantaranya:
1. Kitab Tuhfatul Muhtaj al Syarhil Minhaj (10 jilid besar), sebuah kitab fiqih dalam Madzhab Syafi’i yang sampai saat ini dipakai dalam sekolah-sekolah Tinggi Islam di seluruh dunia, khususnya di Indonesia. Kitab ini setaraf dengan kitab Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj (8 jilid besar) karangan Imam Ramli (wafat 1004 H). Kedua dua kitab ini adalah tiang tengah dari Madzhab Syafi’i, tempat kembali bagi Ulama-ulama Syafi’iyah dalam masalah-masalah agama di Indonesia pada waktu ini.
2. Kitab fiqih Fathul Jawad.
3. Kitab fiqih al Imdad
4. Kitab fiqih al Fatawi.
5. Kitab fiqih al ‘Ubad.
6. Kitab Fatawi al Haditsiyah.
7. Kitab Az Zawajir, frgtirafil Kabaair.
8. As Syawa’iqul Muhriqah Firradi al az Zindiqah.
9. Dan banyak lagi yang lainnya.

Perlu drperingatkan kepada pembaca bahwa dalam lingkungan Ulama-ulama Syafi’iyah, terkenal dua orang Ibnu Hajar, yaitu :
1. Ibnu Hajar al ‘Asqalani (wafat 852 H.) pengarang kitab Fathul Bari a’l Syarhil Bukhari dan kitab hadits Bulugul Maram dll.
2. Ibnu Hajar al Haitami (wafat 974H.), pengarang kitab Tuhfah yang kita bicarakan sekarang ini.

Tetapi yang sangat terkemuka di bidang fikih di antara dua orang Ulama Ibnu Hajar ini, adalah Ibnu Hajar al Haitami karena Ibnu Hajar al ‘Asqalani lebih banyak kesibukannya dalam ilmu hadits daripada ilmu fiqih.

Sumber: Sejarah dan Keagungan Madzab Syafi’i, karangan KH. Siradjuddin Abbas, Pustaka Tarbiyah, 1994.